Tampilkan postingan dengan label BUDIDAYA KARET. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BUDIDAYA KARET. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Februari 2013

Cara Penanaman pohon Karet yang baik



                                 Cara Penanaman pohon Karet yang baik




Dalam penanaman pohon karet ada beberapa hal yang harus kita perhatika antara lain :

Seleksi bibit
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang baik antara lain : berproduksitinggi, responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi terhadap serangan hama dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit siap tanam adalah antara lain :
- Bibit karet di polybag yang sudah berpayung dua.
- Mata okulasi benar-benar baik dan telah mulai bertunas
- Akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral
- Bebas dari penyakit jamur akar (Jamur Akar Putih).

Kebutuhan bibit
Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit tanaman karet untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk penyulaman sebanyak 47 (10%) sehingga untuk setiap hektar kebun diperlukan sebanyak 523 batang bibit karet.

Penanaman
Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim penghujan yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah hujan sudah cukup banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari. Pada saat penanaman, tanah penutup lubang dipergunakan top soil yang telah dicampur dengan pupuk RP 100 gram per lubang, disamping pemupukan dengan urea 50 gram dan SP - 36 sebesar 100 gram sebagai pupuk dasar.

Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman.

Pengendalian gulma
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum
menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-alang, Mekania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. 

Program pemupukan
Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan pada semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl. 

Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan pupuk RP sebanyak 200 kg/ha, yang pemberiannya dapat dilanjutkan sampai dengan  tahun ke-2 (TBM-2) apabila pertumbuhannya kurang baik. 

Sabtu, 05 Januari 2013

CARA OKULASI KARET

                                            CARA OKULASI KARET (HEVEA BRASILIENSIS)


Okulasi adalah salah satu teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menempelkan mata tunas dari suatu tanaman kepada tanaman lain yang dapat bergabung( Kompatibel) yang bertujuan menggabungkan sifat-sifat yang baik dari setiap komponen sehingga di peroleh perumbuhan dan produksi yang baik.Prinsip okulasi sama yaitu penggabungan batang bawah dengan batang atas, yang berbeda adalah umur batang bawah dan batang atas yang digunakan sehingga perlu teknik tersendiri untuk mencapai keberhasilan okulasi. Kebaikan yang diharapkan dari batang bawah secara umum adalah sifat perakarannya yang baik, sedang dari batang atas adalah produksi Latex yang baik. Bila bibit yang di okulasi ini di tumbuhkan dilapangan dikatakan tanaman okulasi sedangkan tanaman asal biji yang di tumbuhkan dilapangan disebut tanaman semai.



pada saat okulasi ada beberapa tahap awal yang harus di lakukan yaitu :
Enam Tahapan Pelaksanaan Okulasi

Kesiapan Batang Bawah
  • Lilit batang tanaman berkisar 5-7 cm diukur pada ketinggian 5 cm dari permukaan tanah (photo 3)
  • Tunas ujung dalam keadaan tidur atau daun tua (photo 2).


Pembuatan Jendela Okulasi
Tahapan kegiatan pembuatan jendela okulasi :
  • Batang bawah dibersihkan dari kotoran / tanah dengan menggunakan kain lap bersih (photo 4)
  • Batang bawah yang sudah bersih diiris vertikal (photo 6)
  • Irisan sejajar dibuat dua buah sebanyak 25 batang dengan ukuran 5-10 cm dari permukaan tanah (photo 5)
  • Panjang irisan 5-7 cm (photo 9)
  • Lebar irisan 1/3 lilit batang (photo 8)
  • Buatlah potongan melintang di atas irisan vertikal tadi dan dibukakan sedikit ujungnya untuk bukaan dari atas dan di bawah irisan vertikal untuk bukaan dari bawah (photo 8)
  • Penempelan mata dimulai dari batang pertama dan setelah selesai semua, dimulai lagi membuat irisan sebanyak 25 batang, demikian seterusnya.


Pembuatan Perisai Mata Okulasi
Tahapan kegiatan pembuatan perisai okulasi adalah sebagai berikut:
  • Mata yang terbaik untuk calon perisai okulasi adalah mata yang berada di atas bekas ketiak daun (photo 1)
  • Perisai mata okulasi dibuat dengan mengiris kayu entres yang bermata baik, dengan ukuran lebar 1 cm dan panjang 5-7 cm (photo 2)
  • Untuk bukaan jendela okulasi dari tas maka posisi mata pada kayu entres menghadap ke atas (photo 3)
  • Untuk bukaan dari bawah, posisi mata pada kayu entres menghadap ke bawah (photo 4)
  • Penyayatan perisai mata okulasi dilakukan dengan mengikutsertakan sedikit bagian kayu (photo 5&6)
  • Lepaskan kulit dari kayu dengan hati-hati dengan cara menarik bagian kayunya perisai mata harus diusahakan tidak memar, dan bagian dalam klitnya tidak terpegang atau terkena kotoran (photo 7&8)
  • Perisai mata okulasi yang baik adalah perisai mata yang pada kulit bagian dalam ada titik putih yang menonjol (photo 9a)
  • Apabila kulit bagian dalam berlubang berarti mata-nya tertinggal pada bagian kayu dan perisai ini tidak boleh ditempelkan pada batang bawah (photo 9b)

Penempelan Perisai Mata Okulasi
Penempelan perisai mata okulasi dilakukan pada batang bawah segera setelah jendela okulasi dibuka.
Tahapan kegiatannya adalah sebagai berikut :
  • Setelah perisai mata okulasi disiapkan, secepatnya jendela okulasi dibuka dan perisai mata dimasukkan ke dalam jendela
  • Jendela okulasi ditutup dengan cara menekan bagian ujung jendela, bersamaan dengan itu bagian ujung perisai yang dipegang dipotong dan dibuang
  • Perisai mata okulasi diusahakan tidak bergerak agar tidak merusak mata
  • Jendela okulasi yang sudah ditutup langsung dibalut

Pembalutan (lihat photo)
  • Ditujukan untuk menciptakan agar perisai mata okulasi benar-benar menempel ke batang bawah serta terlindung dari air dan kotoran
  • Bahan untukn pembalut adalah pita plastik okulasi
  • Untuk bukaan dari bawah maka pembalutan dimulai dari bawah, demikian juga sebaliknya
  • Balutan dilakukan dua kali dan dilebihkan sekitar 2 cm di bagian atas dan bawah jendela okulasi

Pembukaan dan Pemeriksaan Okulasi
  • Setelah okulasi berumur 2-3 minggu, maka balutan okulasi dapat dibuka untuk diperiksa keberhasilannya
  • Balutan dibuka dengan cara mengiris plastik okulasi dari bawah keatas, tepat disamping jendela okulasi
  • Selanjutnya jendela okulasi dibuka dengan cara memotong lidah jendela okulasi
  • Keberhasilan okulasi dapat diketahui dengan cara membuat cungkilan pada perisai mata okulasi di luar matanya. Apabila cungkilan berwarna hijau berarti okulasi dinyatakan berhasil
  • Okulasi yang berhasil ditandai dengan cara mengikatkan bekas potongan plastik okulasi pada bagian batang.

Pencabutan bibit hasil okulasi untuk dijadikan stum mata tidur dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan cangkul dan alat dongkrak bibit (pulling jack)

SEJARAH KARET DIINDONESIA


                             SEJARAH KARET DIINDONESIA




                                      gambar tanaman karet yang sudah menghasilkan lateks



Karet atau juga (hevea brasiliensis) merupakan tanaman tahunan yg memiliki prospek yang sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan latek yang dapat dijual untuk di proses menjadi bahan setengah jadi atau jadi contohnya yaitu pembuatan ban……
Karet pertama kali dikenal di Eropa, yaitu sejak ditemukannya benua Amerika oleh Christopher Columbus pada tahun 1476. Orang Eropa yang pertama kali menemukan ialah Pietro Martyre d’Anghiera. Penemuan tersebut dituliskan dalam sebuah buku yang berjudul De Orbe Novo (Edisi 1530). Pada tahun 1730-an, para ilmuwan mulai tertarik untuk menyelidiki bahan (karet) tersebut.
Istilah rubber pada tanaman karet mulai dikenal setelah seorang ahli kimia dari Inggris (tahun 1770) melaporkan bahwa, karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari pensil. Kemudian masyarakat Inggris mengenalnya dengan istilah Rubber (dari kata to rub, yang berarti menghapus). Pada dasarnya, nama ilmiah yang diberikan untuk benda yang elastis (termasuk karet) ialah elastomer, tetapi istilah rubber-lah yang lebih populer di kalangan masyarakat pada waktu itu.
Pada awal abad ke-19, seorang ilmuwan bernama Charles Macintosh dari Skotlandia, dan Thomas Hancock mencoba untuk mengolah karet menggunakan bahan cairan pelarut berupa terpentin (turpentine). Hasilnya karet menjadi kaku di musin dingin dan lengket di musim panas. Hingga akhirnya Charles Goodyear pada tahun 1838 menemukan bahwa dengan dicampurkannya belerang kemudian dipanaskan maka keret tersebut menjadi elastis dan tidak terpengaruh lagi oleh cuaca. Sebagian besar ilmuwan sepakat untuk menetapkan Charles Goodyear sebagai penemu proses vulkanisasi. Penemuan besar proses vulkanisasi ini akhirnya disebut sebagai awal dari perkembangan industri karet.
Menidaklanjuti apa yang disampaikan Charles Marie de la Condamine dan Francois Fresneau dari Perancis bahwa ada beberapa jenis tanaman yang dapat menghasilkan lateks atau karet, kemudian Sir Clement R. Markham bersama Sir Joseph Dalton Hooker berusaha membudidayakan beberapa jenis pohon karet tesebut. Hevea brasiliensis merupakan jenis pohon karet yang memiliki prospek bagus untuk dikembangkan dibanding jenis karet yang lainnya.
Pada saat Perang Dunia II berlangsung, ketersediaan karet alam mengalami penurunan yang cukup drastis. Kemudian pemerintah Amerika mendorong penelitian dan produksi untuk menghasilkan karet sintetik guna memenuhi kebutuhan yang mendesak. Usaha besar ini lambat laun mengakibatkan permintaan terhadap karet sintetis meningkat pesat sehingga mengurangi permintaan karet alam. Dalam jangka waktu 3 tahun sesudah berakhirnya Perang Dunia II, sepertiga karet yang dikonsumsi oleh dunia adalah karet sintetik. Pada tahun 1983, hampir 4 juta ton karet alam dikonsumsi oleh dunia, sebaliknya, karet sintetik yang digunakan sudah melebihi 8 juta ton dan terus bertambah hingga sekarang. Hasil studi dari Task Force Rubber Eco Project (REP) yang dibentuk oleh International Rubber Study Group (IRSG) pada tahun 2004 menyatakan bahwa permintaan karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 diperkirakan mencapai 31,3 juta, dan 15 juta ton diantaranya adalah karet alam.
Di Indonesia sendiri, tanaman karet pertama kali diperkenalkan oleh Hofland pada tahun 1864. Awalnya, karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi. Selanjutnya karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. Sejarah karet di Indonesia mencapai puncaknya pada periode sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1956. Pada masa itu Indonesia menjadi negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Namun sejak tahun 1957 kedudukan Indonesia sebagai produsen karet nomor satu digeser oleh Malaysia. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya mutu produksi karet alam di Indonesia. Rendahnya mutu membuat harga jual di pasaran luar negeri menjadi rendah.
Meskipun demikian komoditas karet masih berpengaruh besar terhadap perekonomian negara. Karet mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa negara. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995, dan 1,9 juta ton pada tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2020 diperkirakan produksi mencapai 3,5 juta ton, dan tahun 2035 mencapai 5,1 juta ton.

Pemanfaatan karet sebagai bahan baku Industri semakin meluas di dunia didukung dengan hasil penelitian yang inovatif kala itu sehingga permintaan karet melonjak maka usaha budidaya karet diluar Amazon mulai digalakkan.
Karet yang digunakan oleh bangsa Eropa kala itu, seluruhnya didatangkan dari Brazil dalam bentuk koagulum karet sehingga pemanfaatnya dalam industri juga masih terbatas. Titik terang industri karet di eropa mulai tampak berkat penemuan Charles Manchintos di tahun 1818 bahwa coal tar naphta limbah dari pengolahan batu bara dapat dimanfaatkan sebagai pelarut karet yang efektif dan ekonomis. Dengan penemuannya, Manchintos mampu membuat jas hujan dengan melapisi permukaan lembaran karet dengan coal tar naptha kemudian merekatkan kedua permukaan karet yang telah terlapisi tadi. Manchintos kemudian mematenkan teknik pembuatan jas hujan ini pada tahun 1823. 
Pada awalnya, penanaman Hevea di Indonesia kurang mendapat respon positif karena masyarakat telah lebih dahulu mengenal pohon lokal yang juga menghasilkan getah yaitu Fiscus elastica. Pohon berdaun lebar dan bersinar ini merupakan pohon favorit masyarakat Belanda. Selain itu juga pemerintah Belanda lebih menyukai menanam pohon karet jenis Manihot glaziovii yang tumbuh dengan baik di propinsi dengan iklim kering di Brasil yaitu Ceara dan Castiloa elastica yang aslinya berasal dari Mexico dengan anggapan bahwa pohon karet Hevea hanya mampu tumbuh didaerah dengan kelembaban tinggi. Tahun 1889, Pemerintah Belanda membuka perkebunan karet di daerah Pamanukan dan Ciasemlanden, Jawa Barat dengan karet yang ditanam jenis Fiscus elastica. Perkebunan ini dianggap sebagai perkebunan karet tertua di dunia. Hasil dari perkebunan kurang memuaskan karena produktivitas lateks rendah dan tanaman mudah terserang hama dan penyakit.

Pemerintah Belanda terus mengadakan perbaikan, mereka mulai mencari daerah di Indonesia yang cocok untuk ditanami karet jenis Hevea. Penamanan karet hevea komersial di Indonesia diawali pada tahun 1902 di Sumatera dan dilanjutkan di Jawa pada tahun 1906.
Karet yang digunakan oleh bangsa Eropa kala itu, seluruhnya didatangkan dari Brazil dalam bentuk koagulum karet sehingga pemanfaatnya dalam industri juga masih terbatas. Titik terang industri karet di eropa mulai tampak berkat penemuan Charles Manchintos di tahun 1818 bahwa coal tar naphta limbah dari pengolahan batu bara dapat dimanfaatkan sebagai pelarut karet yang efektif dan ekonomis. Dengan penemuannya, Manchintos mampu membuat jas hujan dengan melapisi permukaan lembaran karet dengan coal tar naptha kemudian merekatkan kedua permukaan karet yang telah terlapisi tadi. Manchintos kemudian mematenkan teknik pembuatan jas hujan ini pada tahun 1823. 
Industrialis Inggris lainnya, Thomas Hancock menyadari kesulitan melarutkan karet dalam pelarut tertentu. Oleh karena itu beliau memikirkan cara lain dalam memproses karet yang jauh lebih mudah daripada dengan melarutkannya yaitu dengan melunakkan karet. Teknik ini dikenal dengan mastikasi dengan melewatkan karet pada roll silinder yang berputar pada arah dan kecepatan berlawanan. Alat mastikasi dinamakan mastikator. Pada tahun 1837, Hancock memantenkan mastikator.

Penemuan Hancock mengilhami industrialis di belahan benua lain dalam mengembangkan proses pengolahan karet, misalnya E.M. Chaffee dari Roxburg Rubber Company di Amerika Serikat yang mematenkan teknik calendering di tahun 1836 dan  H. Bewley mematenkan ekstruder unuk gutta percha tahun 1845. Kembali ke Inggris, Hancock menyatakan tertarik dengan usaha yang dijalankan Manchintos, keduanya mengumumkan bekerja sama memproduksi Macintosh coats atau Mackintoshes.
Umumnya barang jadi karet termasuk jas hujan produksi perusahaan Hancock dan Manchintos, belum mampu memenuhi kepuasan konsumen karena mengeras di musim dingin dan melembek saat terkena suhu tinggi. Charles Goodyear melihat penonema ini sebagai peluang untuk membawa perubahan di industri karet. Goodyear terus melakukan penelitian agar dapat merubah sifat plastis karet. Pada tahun 1839, di laboratorium miliknya secara tidak sengaja Goodyear menumpahkan sulfur pada karet yang berada di dekat perapian dan pada keesokan harinya Goodyear menemukan bahwa karet berubah menjadi elastis.Goodyear menyadari jika sulfur dan panas dapat merubah sifat karet. Goodyear kemudian menamakan temuannya dengan vulkanisasi.
Selain penemuan Hancock dengan mastikasinya dan vulkanisasi oleh Goodyear, masih banyak hasil penemuan tentang teknologi pengolahan karet antara lain  ditemukannya accelerator yang mempersingkat waktu vulkanisasi oleh Hofmann dan Goltop, Alexander Parkes menemukan teknik cold vulcanization yang menggunakan larutan sulfur klorida di dalam karbon disulfida, disusul oleh S.J. Peachey  pada tahun 1918 menemkan cara vulkanisasi menggunakan sulfur aktif. Kemudian W. Oswald menemukan bahan pencegah degradasi pada barang jadi karet yaitu anilin dan bahan aromatis lainnya. Dan terakhir penggunaan carbon black dalam industri karet yang dapat meningkatkan sifat mekanik barang jadi karet. Hasil penelitian-penelitian tersebut menjadi pelopor perkembangan modernisasi dalam industri karet di dunia sehingga menyebabkan pemanfaatan karet di industri semakin luas antara lain sebagai ban, selang dan peralatan kedokteran.

Hal ini turut berimbas terhadap naiknya permintaan karet alam yang tidak dapat dipenuhi oleh Brazil sebagai satu-satunya produsen karet alam di dunia pada abad ke-19. Hancock yang mampu membaca situasi krisis karet ini mulai mempelopori penanaman karet Hevea brasilinsies. Pada tahun 1835, Hancock mendekati Direktur Botanical Garden Kew London, Sir William Hooker dan menasehatinya untuk turut membantu mengenalkan dan mulai menanam pohon karet Hevea di wilayah kolonial Inggris yang berada Asia. Namun ide ini kurang direspon oleh Sir William Hooker.
Beberapa tahun kemudian kesadaran untuk mulai membudidayakan pohon karet, diawali oleh Sir Clements Markham, pegawai pemerintahan Inggris di India. Beliau kemudian meminta James Collin yang telah terlebih dahulu mempelajari karet untuk mengerjakan proyek penanaman tersebut. Hasil studi Collin dipublikasikan tahun 1872 dan menjadi perhatian Direktur Kew Botanic Garden yang baru, Sir Joseph Hooker, putra dari Sir William Hooker. Selanjutnya Joseph Hooker berkerja sama dengan James Collin dalam usaha membudidayakan karet. Joseph Hooker membeli sekitar 2000 biji karet dari Farris atas permintaan Collin. Biji karet tersebut dicoba dikecambahkan namun pada akhirnya hanya 12 biji yang berhasil tumbuh hingga menjadi tanaman karet baru.

Ketertarikan untuk membudidayakan karet muncul dari bangsawan Inggris lainnya, Sir Henry Wickman yang menjelajahi hutan Amazon untuk mengumpulkan biji karet dan pada akhirnya berhasil membawa sekitar 70.000 biji karet ke Inggris tahun 1876. Biji karet Wickman kemudian dikecambahkan di Kew Botanical Garden namun hanya sekitar 2000 biji saja yang mampu berkecambah. Usaha budidaya karet juga terus dilakukan oleh Sir Clements Markham, beliau mengutus Robert Cross ke Amazon untuk mengumpulkan biji karet seperti yang dilakukan oleh Sir Wickman. Cross kembali ke Inggris dan berhasil membawa 1080 biji namun hanya 3% saja yang mampu bertahan selama perjalanan dari Brazil ke Inggris tanpa menjadi busuk.
Seratus buah biji karet Wickman yang berhasil tumbuh menjadi bibit perkecambahan kemudian dikirim ke Ceylon (sekarang Sri Langka) dari Kew Botanical Garden pada bulan September 1876. Selanjutnya di bulan Juni 1877, Kew Botanical Garden kembali mendistribusikan 22 tanaman karet dengan tujuan Singapore Botanical Garden. Tanaman karet tersebut diterima oleh Henry Ridley selaku Direktur Singapore Botanical Garden yang selanjutnya dijuluki ”mad Ridley” karena kegigihannya dalam membudidayakan tanaman karet di tanah Malaya. Henry Ridley menanam 75% dari tanaman itu di Residency Garden di Kuala Kangsar kemudian di tahun 1884, Frank Swettenham menanam 400 bijih di Perak dimana bijih ini merupakan hasil pohon karet yang ditanam di kuala kangsar dan selanjutnya antara tahun 1883 – 1885 ditanam di Selangor oleh T. H. Hill. Ridley juga mengenalkan teknik eksploitasi getah karet dengan penyadapan tanpa menebang pohon karetnya.
Di tahun 1876 Kew Botanical Garden juga mengirimkan 18 buah biji karet ke pemerintahan kolonial India Belanda (sekarang Indonesia) namun demikian hanya dua buah biji yang berhasil tetap segar selama diperjalanan. Dua biji ini kemudian ditanam di Cultuurtuin Bogor sebagai koleksi dan menjadi pohon karet tertua di Indonesia.